Saturday, July 6, 2019

Anak adalah Titipan Ilahi - Inspirasi kehidupan - Urapi aku Allahku


Anak adalah Titipan Ilahi
Inspirasi kehidupan
Urapi aku Allahku

Mohon di baca sampai habs semoga bermanfaat...*Sangat menginspirasi untuk para orang tua*

*“Goblok kamu ya…”* Kata Suamiku sambil melemparkan buku rapor sekolah Tuppak.
Kulihat suamiku berdiri dari tempat duduknya dan kemudian dia menarik kuping Tuppak dengan keras.
Tuppak meringis.

Tak berapa lama Suamiku pergi kekamar dan keluar kembali membawa penepuk nyamuk.
*Dengan garang suamiku memukul Tuppak berkali kali dengan penepuk nyamuk itu*
Penepuk nyamuk itu diarahkan ke kaki, kemudian ke punggung dan terus , terus.
Tuppak menangis “ Ampun, ....ayah..ampun ayah..” Katanya dengan suara terisak isak. Wajahnya memancarkan rasa takut. Dia tidak meraung.
Tuppak tegar dengan siksaan itu.
Tapi matanya memandangku.
Dia membutuhkan perlindunganku. Tapi aku tak sanggup karena aku tahu betul sifat suamiku.

“Lihat adik adikmu.
Mereka semua pintar pintar sekolah. Mereka rajin belajar.
Ini kamu anak tertua malah malas dan tolol,,

Mau jadi apa kamu nanti ?
Mau jadi beban adik adik kamu ya…he “ Kata suamiku dengan suara terengah engah kelelahan memukul Tuppak.
Suamiku terduduk di korsi.
*Matanya kosong memandang ke arah Tuppak dan kemudian melirik ke arah ku*

 “ Kamu ajarin dia.
Aku tidak mau lagi lihat raport sekolahnya buruk.
*"Dengar itu..!!!“*
Kata suamiku kepadaku sambil berdiri dan masuk ke kamar tidur.

Kupeluk Tuppak
Matanya memudar.
Aku tahu dengan nilai rapor buruk dan tidak naik kelas saja dia sudah malu apalagi di maki maki dan dimarahi didepan adik adiknya.

Dia malu sebagai anak tertua. Kembali matanya memandangku. Kulihat dia butuh dukunganku. Kupeluk Tuppak dengan erat “ Anak bunda, tidak tolol" Anak bunda pintar kok. Besok ya rajin ya belajarnya”

“ Tuppak udah belajar sungguh sungguh, bunda, Bunda kan lihat sendiri.
Tapi Tuppak memang engga pintar seperti Ruli dan Rini.
Kenapa ya Bunda” Wajah lugunya membuatku terenyuh.. *Aku menangis “ Tuppak, pintar kok* Tuppak kan anak ayah. Ayah Tuppak pintar tentu Tuppak juga pintar. “

“ Tuppak bukan anak ayah.”
Katanya dengan mata tertunduk *“ Tuppak telah mengecewakan Ayah, ya bunda “*

Malamnya , adiknya Ruli yang sekamar dengannya membangunkan kami karena ketakutan melihat Tuppak mengigau terus.
Aku dan suamiku berhamburan kekamar Tuppak.
Kurasakan badannya panas.
*Kupeluk Tuppak dengan sekuat jiwaku untuk menenangkannya*
Matanya melotot kearah kosong. Kurasakan badannya panas.
*Segera kukompres kepalanya dan suamiku segera menghubungi dokter keluarga*

Tuppak tak lepas dari pelukanku “ Anak bunda, buah hati bunda, kenapa sayang. Ini bunda,..” Kataku sambil terus membelai kepalanya.
Tak berapa lama matanya mulai redup dan terkulai.
Dia mulai sadar. Tuppak membalas pelukanku. ‘ *Bunda, temani Tuppak tidur ya."* Katanya sayup sayup.
Suamiku hanya menghelap nafas. Aku tahu suamiku merasa bersalah karena kejadian siang tadi.

Tuppak adalah putra tertua kami.
*Dia lahir memang ketika keadaan keluarga kami sadang sulit*
Suamiku ketika itu masih kuliah dan bekerja serabutan untuk membiayai kuliah dan rumah tangga.
Ketika itulah aku hamil Tuppak.
Mungkin karena kurang gizi selama kehamilan tidak membuat janinku tumbuh dengan sempurna. *Kemudian , ketika Tuppak lahir kehidupan kami masih sangat sederhana* Masa balita Tuppak pun tidak sebaik anak anak lain.
Diapun kurang gizi.
Tapi ketika usianya dua tahun, kehidupan kami mulai membaik seiring usainya kuliah suamiku dan mendapatkan karir yang bagus di BUMN.
Setelah itu aku kembali hamil dan Ruli lahir, juga laki laki
dan dua tahun setelah itu, Rini lahir, adik perempuannya.
Kedua putra putriku yang lahir setelah Tuppak mendapatkan lingkungan yang baik dan gizi yang baik pula.
Makanya mereka di sekolah pintar pintar.
Makanya aku tahu betul bahwa kemajuan generasi ditentukan oleh ketersediaan gizi yang cukup dan lingkungan yang baik.

Tapi keadaan ini tidak pernah mau diterima oleh Suamiku.
Dia punya standard yang tinggi terhadap anak anaknya.
Dia ingin semua anaknya seperti dia. Pintar dan cerdas.
“ Masalah Tuppak bukannya dia tolol, Tapi dia malas. Itu saja. “ Kata suamiku berkali kali.
Seakan dia ingin menepis tesis tentang ketersediaan gizi sebagai pendukung anak jadi cerdas.

*“ Aku ini dari keluarga miskin* *Mana pula aku ada gizi cukup.*
*Mana pula orang tuaku ngerti soal gizi.* Tapi nyatanya aku berhasil.
“ Aku tak bisa berkata banyak untuk mempertahankan tesisku itu.

Seminggu setelah itu, suamiku memutuskan untuk mengirim Tuppak ke kakeknya yang pendeta. AKu tersentak.?!!!!??

*“ Apa alasan ayah mengirim Tuppak ke kakeknya  “*

“ Biar dia bisa dididik dengan benar”

*“ Apakah dirumah dia tidak mendapatkan itu”*

“ Ini sudah keputusanku, Titik.

*“ Tapi kenapa , ayah”  AKu berusaha ingin tahu alasan dibalik itu.*

Suamiku hanya diam.
Aku tahu alasannya.
Dia tidak ingin ada pengaruh buruk kepada kedua putra putri kami.
Dia malu dengan tidak naik kelasnya Tuppak.
Suamiku ingin memisahkan Tuppak dari adik adiknya agar jelas mana yang bisa diandalkannya dan mana yang harus dibuangnya.
Mungkinkah itu alasannya. *Bagaimanapun , bagiku* * Tuppak akan tetap putraku*
*dan aku akan selalu ada untuknya* Aku tak berdaya.
Suamiku terlalu pintar bila diajak berdebat.

Ketika Tuppak mengetahui dia akan dikirim ke mess tempat kakeknya, dia memandangku.
Dia nampak bingung.
*Dia terlalu dekat denganku dan tak ingin berpisah dariku.*

*Dia peluk aku “  Tuppak engga mau jauh jauh dari bunda” Katanya.*

Tapi seketika itu juga suamiku membentaknya “ Kamu ini laki laki. Tidak boleh cengeng.
Tidak boleh hidup dibawah ketiak ibumu. Ngerti. ...!!!!
Kamu harus ikut kata Ayah.
*Besok Ayah akan urus kepindahan kamu ke mess kakekmu. “*

Setelah Tuppak berada di tempat kakeknya setiap hari aku merindukan buah hatiku.
Tapi suamiku nampak tidak peduli. “ Kamu tidak boleh mengunjunginya di mess.
Dia harus diajarkan mandiri.
Tunggu saja kalau liburan dia akan pulang” Kata suamiku tegas seakan membaca kerinduanku untuk mengunjungi Tuppak.

Tak terasa Tuppak kini sudah kelas 3 SMA. Ruli kelas 1 SMA dan Rini kelas 2 SMP.
*Suamiku tidak pernah bertanya soal Raport sekolahnya*
Tapi aku tahu raport sekolahnya tak begitu bagus tapi juga tidak begitu buruk.
Bila liburan Tuppak pulang ke rumah, Tuppak lebih banyak diam.
Dia makan tak pernah berlebihan dan tak pernah bersuara selagi makan sementara adiknya bercerita banyak soal di sekolah dan suamiku menanggapi dengan tangkas untuk mencerahkan.
Walau dia satu kamar dengan adiknya namun kamar itu selalu dibersihkannya setelah bangun tidur. *Tengah malam dia bangun untuk berdoa dan selalu saat teduh subuh hari*

Ku perhatikan tahun demi tahun perubahan Tuppak setelah masuk mess.
Dia berubah dan berbeda dengan adik adiknya.
Dia sangat mandiri dan hemat berbicara.
*Setiap hendak pergi keluar rumah,*
*dia selalu mencium tanganku dan setelah itu memelukku*
Beda sekali dengan adik adiknya yang serba cuek dengan gaya hidup modern didikan suamiku.

Setamat sekolah, Tuppak kembali tinggal di rumah.
Suamiku tidak menyuruhnya melanjutkan ke Universitas.
 “ Nilai rapor dan kemampuannya tak bisa masuk universitas.
Sudahlah.
Aku tidak bisa mikir soal masa depan dia. Kalau dipaksa juga masuk universitas akan menambah beban mentalnya. “
Demikian alasan suamiku.
Aku dapat memaklumi itu.
*Namun suamiku tak pernah berpikir apa yang harus diperbuat Tuppak setelah lulus dari mess kakeknya*                             
Tuppakpun tidak pernah bertanya.
Dia hanya menanti dengan sabar.

Selama setahun setelah Tuppak tamat dari mess, waktunya lebih banyak di habiskan di Gereja. Dia terpilih sebagai ketua Remaja Gereja. * Tuppak tidak memilih gereja yang dekat komplek kami biasa beribadah tapi dia memilih gereja yang lain jauh dari kompleks.* Mungkin karena inilah suamiku semakin kesal dengan Tuppak karena dia bergaul dengan orang kebanyakan.
Suamiku sangat menjaga reputasinya dan tak ingin sedikitpun tercemar. Mungkin karena dia malu dengan cemoohan dari tetangga maka dia kadang marah tanpa alasan yang jelas kepada Tuppak.
Tapi Tuppak tetap diam.
Tak sedikitpun dia membela diri.

*Suatu hari yang tak pernah kulupakan adalah ketika polisi datang ke rumah*
Polisi mencurigai Tuppak dan teman temannya mencuri di rumah yang ada di komplek kami.
Aku tersentak.
Benarkah itu.
*Tuppak sujud dikaki ku sambil berkata “ Tuppak tidak mencuri , Bunda.*
TIdak, Bunda percayakan dengan Tuppak.
Kami memang sering menghabiskan malam di gereja tapi tidak pernah keluar untuk mencuri.”
Aku meraung ketika Tuppak dibawa ke kantor polisi.
Suamiku dengan segala daya dan upaya membela Tuppak.
Puji Tuhan Tuppak dan teman temannya terbebaskan dari tuntutan itu. Karena memang tidak ada bukti sama sekali.
Mungkin ini akibat kekesalan penghuni komplek oleh ulah Tuppak dan kawan kawan yang selalu berdendang puji-pujian di malam hari dan menggangu ketenangan tidur.

Tapi akibat kejadian itu , suamiku mengusir Tuppak dari rumah.
Tuppak tidak protes.
Dia hanya diam dan menerima keputusan itu.
*Sebelum pergi dia rangkul aku” Bunda , Maafkanku.*
Tuppak belum bisa berbuat apapun untuk membahagiakan bunda dan Ayah.
*Maafkan Tuppak “* Pesannya.
*Diapun memandang adik-adiknya.* *Dia peluk mereka satu persatu “ Jaga bunda ya.*
*sering berdoa ya dan jangan tinggalkan kegiatan gereja. Kalian sudah besar .” demikian pesan Tuppak*.
*Suamiku nampak tegar dengan sikapnya untuk mengusir Tuppak dari rumah.*

*“ Yah, Dimana Tuppak akan tinggal. “ Kataku dengan batas kekuatan terakhirku membela Tuppak.*

*“ Itu bukan urusanku. Dia sudah dewasa. Dia harus belajar bertanggung jawab dengan hidupnya sendiri.*

***
Tak terasa sudah enam tahun Tuppak pergi dari Rumah.
Setiap bulan dia selalu mengirim surat kepadaku.
Dari suratnya kutahu Tuppak berpindah pindah kota.
*Pernah di Bandung, Jakarta, Surabaya dan tiga tahun lalu dia berangkat ke Luar negeri.*
*Bila membayangkan masa kanak kanaknya kadang aku menangis.*
Aku merindukan putra sulungku. *Setiap hari kami menikmati fasilitas hidup yang berkecukupan.*
Ruli kuliah dengan kendaraan bagus dan ATM yang berisi penuh.
Rinipun sama.
Karir suamiku semakin tinggi. Lingkungan sosial kami semakin berkelas.
Tapi, satu putra kami pergi dari kami. Entah bagaimana kehidupannya. Apakah dia lapar.
*Apakah dia kebasahan ketika hujan karena tidak ada tempat bernaung.* Namun dari surat Tuppak, aku tahu dia baik baik saja.
Dia selalu menitipkan pesan kepada kami, “ Jangan lupa berdoa.
 *Dekatlah kepada Allah maka Allah akan menjaga kita siang dan malam. “*

***
Prahara datang kepada keluarga kami. *Suamiku tersangkut kasus Korupsi.*
Selama proses pemeriksaan itu suamiku tidak dibenarkan masuk kantor. Dia dinonaktifkan.
Selama proses itupula suamiku nampak murung.
Kesehatannya mulai terganggu. Suamiku mengidap hipertensi.
Dan puncaknya , adalah ketika Polisi menjemput suamiku di rumah. Suamiku terbukti melakukan tindak pidana korupsi.
*Rumah dan semua harta yang selama ini dikumpulkan disita oleh negara* Media massa memberitakan itu setiap hari.
Reputasi yang selalu dijaga oleh suamiku selama ini ternyata dengan mudah hancur berkeping keping. Harta yang dikumpul, sirna seketika. Kami sekeluarga menjadi pesakitan. Ruli malas untuk terus keliah karena malu dengan teman temannya.
Rini juga sama yang tak ingin terus kuliah.

Kini suamiku dipenjara dan anak anak jadi bebanku di rumah kontrakan.
Ya walau mereka sudah dewasa namun mereka menjadi bebanku. Mereka tak mampu untuk menolongku.
Baru kutahu bahwa selama ini kemanjaan yang diberikan oleh suamiku telah membuat mereka lemah untuk survival dengan segala kekurangan.
Maka jadilah mereka bebanku ditengah prahara kehidupan kami.

Pada saat inilah aku sangat merindukan putra sulungku.
*Ditengah aku sangat merindukan itulah aku melihat sosok pria gagah berdiri di depan pintu rumah.*

Tuppakku ada didepanku dengan senyuman khasnya.
Dia menghambur ke dalam pelukanku. “ *Maafkan aku bunda, Aku baru sempat datang sekarang sejak aku mendapat surat dari bunda tentang keadaan ayah. “* katanya.
Dari wajahnya kutahu dia sangat merindukanku.
Rini dan Ruli juga segera memeluk Tuppak.
Mereka juga merindukan kakaknya. Hari itu, kami berempat saling berpelukan untuk meyakinkan kami akan selalu bersama sama.

Kehadiran Tuppak di rumah telah membuat suasana menjadi lain. Dengan bekal tabungannya selama bekerja di luar negeri, Tuppak membuka usaha percetakan dan reklame.
Aku tahu betul sedari kecil dia suka sekali menggambar namun hobi ini selalu di cemoohkan oleh ayahnya. Tuppak mengambil alih peran ayahnya untuk melindungi kami.
Tak lebih setahun setelah itu, Ruli kembali kuliah dan tak pernah lupa beribadah dan juga Rini. *Setiap kegiatan gereja dan saat teduh subuh Tuppak menjadi leader kami saat teduh dan membacakan firman di rumah*
Seusai saat teduh Tuppak tak lupa duduk bersila dihadapan kami dan berbicara dengan bahasa yang sangat halus , beda sekali dengan gaya ayahnya

*" Manusia tidak dituntut untuk terhormat dihadapan manusia tapi di hadapan Allah.  Harta dunia, pangkat dan jabatan tidak bisa dijadikan tolok ukur kehormatan. Kita harus berjalan dengan cara yang benar dan itulah kunci meraih kebahagiaan.  Itulah yang harus kita perjuangkan dalam hidup agar mendapatkan kemuliaan di sisi Allah. Dekatlah kepada Allah maka Allah akan menjaga kita.  Apakah ada yang lebih hebat menjaga kita di dunia ini dibandingkan dengan Allah. “*

*“ Apa yang menimpa keluarga kita sekarang bukanlan ujian dari Allah*
Ini karena Allah cinta kepada Ayah. Allah cinta kepada kita semua karena kita semua punya peran hingga membuat ayah terpuruk dalam perbuatan dosa sebagai koruptor. Allah sedang berdialog dengan kita tentang sabar dan bertobat, tentang hakikat kehidupan, tentang hakikat kehormatan.
Kita harus mengambil hikmah dari ini semua untuk kembali kepada Allah.
*Agar bila besok ajal menjemput kita, tak ada lagi yang harus disesalkan, Karna kita sudah sangat siap untuk pulang keharibaan Allah dengan bersih. “*

*Seusai Tuppak berbicara, aku selalu menangis*
*Tuppak yang tidak pintar sekolah, tapi Allah mengajarinya untuk mengetahui rahasia terdalam tentang kehidupan dan dia mendapatkan itu untuk menjadi pelindung kami dan menuntun kami dalam jalanNya*
*Ini jugalah yang mempengaruhi sikap suamiku dipenjara*
Kesehatannya membaik.
Darah tingginya tak lagi sering naik. Dia ikhlas dan sabar , dan tentu karena dia semakin dekat kepada Allah.
*Tak pernah melupakan untuk berdoa sekalipun. Pujian dan linangan airmata sesal akan dosanya telah membuat jiwanya tentram. Haleluya Terpujilah Allah*

*Sahabatku terdapat beberapa pesan moral dalam cerita itu antara lain* :

Inspirasi
1) jangan memaksakan kemampuan anak
2) jangan merendahkan kemampuan anak
3) kesuksesantidak diukur dari kampuan akademik / nilai raport
4) anak yang kelihatannya "terbelakang" belum tentu gagal
5) kasih sayang yang Inspirasi
 sa sayang yang kita berikan kepada semua anak harus adil sesuai dengan porsinya
6) Jangan hanya memikirikan uang yg banyak tetapi tidak di jalan kebenaran

*Semoga bermanfaat buat sahabat semua dan Allah jadikan kita semua dan keluarga kita menjadi hamba yang di rahmati, di berkati...*                   
Dari Hamba Allah Yang HINA 
*Aamiin...*
Urapi aku Allahku

No comments:

Post a Comment